Gila Kiu - Penetapan tersangka kasus suap proyek irigasi di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan pada Kamis (16/9/2021). (IDN Times/Aryodamar)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Bupati Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Abdul Wahid. Penggeledahan dilakukan penyidik KPK pada Selasa, 21 September 2021.
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan tim penyidik juga menggeledah rumah terkait kasus ini. Pencarian dilakukan pada hari yang sama.
"Rumah kediaman (yang digeledah) dari pihak yang terkait dengan perkara ini yang beralamat di Desa Kota Raja Kecamatan Amuntai Selatan Kabupaten Hulu Sungai Utara," kata Ali dalam keterangan yang dikutip, Kamis (23/9/2021).
KPK menyita dokumen, uang, dan barang elektronik
Selain kantor bupati dan rumah, tim penyidik KPK juga menggeledah rumah kedua tersangka dan kantor Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruangan dan Pertanahan (PUPRT). Penggeledahan ini dilakukan pada Senin, 20 September 2021.
“Dari 5 lokasi berbeda tersebut, tim penyidik menemukan dan mengamankan di antaranya berbagai dokumen, sejumlah uang, dan barang elektronik,” jelas Ali.
KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPRT Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, Maliki (MK), sebagai tersangka korupsi. Ia diduga menerima suap Rp345 juta terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU.
"Setelah dilakukan berbagai bahan keterangan dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, KPK selanjutnya melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (16/9/2021).
Maliki merupakan satu dari tujuh orang yang ditangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Rabu, 15 September 2021 malam. Dari tujuh orang yang ditangkap OTT, KPK menetapkan tiga tersangka, termasuk Maliki.
Selain Maliki, KPK menetapkan Direktur CV Hanamas Marhaini (MRH) dan Direktur CV Kalpataru Fachriadi sebagai tersangka. Dalam OTT tersebut, KPK turut menyita sejumlah dokumen dan uang tunai senilai Rp345 juta.
Atas perbuatannya, Marhaini dan Fachriadi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 KUHP.
Sedangkan Maliki sebagai penerima suap disangkakan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal Pasal 64 KUHP Jo Pasa 65 KUHP.
Kasus bermula dari rencana Dinas PUTRP HSU melelang dua proyek rehabilitasi irigasi
Kasus ini bermula ketika Kantor PUTRP HSU berencana melelang dua proyek rehabilitasi. Proyek yang akan direhabilitasi adalah jaringan irigasi DIR Kayakah di Desa Kayakah, Amuntai Selatan dengan harga perkiraan sendiri (HPS) Rp. 1,9 miliar dan rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kabupaten Banjang dengan HPS Rp. 1,5 miliar.
"Sebelum lelang ditayangkan di LPSE, MK diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang pada MRH dan FH sebagai calon pemenang kedua proyek irigasi dimaksud, dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang commitment fee 15 persen," kata DepWakil Ketua KPK Alexander Marwata pada konferensi pers tentang penetapan tersangka.
Alex mengungkapkan hanya CV Hanamas yang mengajukan lelang proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Kayakah, sedangkan untuk proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang hanya CV Kalpataru dan CV Gemilang Rizki.
Lelang jaringan irigasi DIR Kayakah dimenangkan oleh CV Hanamas dan jaringan irigasi DIR Banjang dimenangkan oleh CV Kalpataru. Kedua proyek tersebut memiliki nilai kontrak sebesar Rp 1,9 miliar.
Alex menjelaskan bahwa setelah semua kontrak kerja administrasi selesai, diterbitkan Surat Perintah Membayar uang muka yang ditindaklanjuti oleh BPKAD dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana/SP2D untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru, yang dilakukan oleh Mujib (MJ) sebagai orang kepercayaan dari MRH dan FH.
"Sebagian pencairan uang tersebut, selanjutnya diduga diberikan kepada MK yang diserahkan oleh MJ sejumlah Rp170 juta dan Rp175 juta dalam bentuk tunai," kata Alex.
0 Komentar